Social Icons

Selasa, 10 Maret 2015

Candi Surowono : Menikmati sejarah di Pare

   Jika ingin menghabiskan waktu di Pare Kampung Inggris Kediri belum lengkap kalau tidak berkunjung ke Candi dan Goa Surowono. Hanya dengan 15 menit dengan bersepeda dari Jalan Brawijaya Pare.
      Candi Surowono secara dministratif terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Propinsi Jawa Timur. Candi ini diperkirakan oleh para ahli arkeologi merupakan pendharmaan  Bhre Wengker dari masa Majapahit seperti yang terawat dalam Kitan Negarakertagama bahwa Bhre Wengker meninggal pada tahun 1388 M di dharmakan di Curabhana. Candi ini diperkirakan didirikan pada tahun 1400 M karena Pendharmaan seorang raja dilakukan setelah 12 tahun raja itu meninggal setelah dilakukan upacara Srada.
Candi ini berdenah bujur sangkar menghadap kebarat, berukuran 7,8 m x 7,8 m dan tinggi 4,72 m. Bagian pondasinya terbuat dari bata sedalam30 cm dari permukaan tanah. Secara vertical arsitekturnya terdiri dari bagian kaki dan tubuh terbuat dari batu andesit. Sedangkan atapnya sudah runtuh. Bentuk candi ini tambun berbeda dengan bentuk candi-candi periode Majapahit lainnya yang langsing / ramping.
Pada keempat sudut candi terdapat relief raksasa (gana) duduk jongkok tangan menyunggi ke atas seakan-akan mendukung Prasawyapatha. Dibagian kaki terdapat relief binatang dan cerita Tantri. Relief tersebut berupa dan buaya, burung dengan yuyu, singa dengan (petani), ular dengan binatang berkaki empat, gajah dengan badak, orang dengan kera, kijang dengan burung, serigala, naga, kura-kura, itik dan ikan.
Kemudian di masing-masing sisi terdapat tiga panil relief, sebuah panil besar diapit dua panil kecil. Panil-panil besar dan panil kecil yang berada disudut barat daya berelief cerita Arjunawiwaha. Penggambaran reliefnya Arjuna diikuti dua punakawan. Tangan kanan Arjuna menunjuk anak panah dan tangan kiri berada dipinggangnya. Di depan babi berdiri Batara Siwa, tangan kanan dipinggangnya, tangan kiri memegang busur. Panil kecil yang berada disudut timur laut berelief cerita Bubuksah. Penggambarannya ada dua orang, seorang kurus dan seorang gemuk duduk berhadapan. Panil kecil di sudut tenggara berelief cerita Sri Tanjung. Penggambarannya ada seorang wanita naik ikan (Sri Tanjung) seorang laki-laki duduk, pergelangan kaki kiri diletakkan diapaha kanan (Sidapaksa duduk di tepi sungai yang dilalui roh Sri Tanjung).
Pada bagian tubuh terdapat hiasan tonjolan-tonjolan bunga terartai (Padma) Berdasarkan relief ceritanya Candi Surowono berlatar belakang Agama Hindu.


Perjalanan ke Pare Kediri : Bukan lagi nekat, tapi gila

 Mengunjungi kampung inggris sudah menjadi rencana kami (saya dan aryun) sejak akhir desember 2014. Kami mengambil program 1 bulan dan program akan dimulai tanggal 25 Januari 2015 di Global english. Kami memastikan rencana kami dengan membayar biaya kursus dan asrama di menit-menit terakhir batas pembayaran tepatnya disela-sela musara (musyawarah Racana).
     Kami tahu bahwa tanggal 25 januari masih ada kegiatan KMD, tapi kami bersepakat untuk izin pada 2 hari terakhir. Tapi tanpa diduga, aryun ada acara mendadak  yaitu pembrivetan UBALOKA semacam pengambilan lencana UBALOKA di gunung ungaran tanggal 24 s.d tanggal 25 januari. Jadi kita merubah rencana dengan menunda jadwal keerangkatan. Dengan perjanjian kita harus berangkat siang. Karena saya dan aryun tidak tahu secara pasti rute yang akan kita lalui.
Robot Besi yang membawa kami ke Pare dengan berbagai barang bawaan
        Waktu yang dinantikan telah tiba. Tanggal 25 januari 2015. Hari yang sangat pajang menurutku. Karena dini hari saya begadang untuk melunasi keterlambatan saya di acara api unggun KMD.  Keesokan paginya saya harus menitipkan motor saya untuk dikembalikan kerumah.  Serasa badan sudah meminta untuk istirahat. Setelah saya bangun saya tersadar waktu menunjukkan hampir pukul 14.00 WIB. Saya menghubungi Aryun katanya ia juga masih persiapan dan mau makan siang dulu. Maka kita berangkat pukul 15.00 WIB dari ngaliyan.
        Ditengah perjalanan kami berhenti untuk sholat dan mengisi bensin di Ungaran. Tepat pukul 16.00 WIB. Kami sampai salatiga pukul 16.30 sepertinya. Dan disini saya mulai merasa berdosa terhadap orang tua saya, karena mereka mulai mengkhawatirkan saya setelah mereka tahu kalau saya baru sampai salatiga.  Sekitar pukul 17.30 kami mulai memasuki kawasan sragen, dan pukul 18.25 kami berhenti untuk sholat mghrib dan sekadar istirahat. Sesaat kami istirahat, ibu menelpon dengan nada setengah khawatir bercampur marah. Ya saya akui ini kesalahn saya, karena saya sudah diwanti-wanti untuk tidak melakukan perjalanan di malam hari. Kemudian pesan dari mas masuk, di berpesan
“kalau tidak tahu jalan, berangkat pagi. Kalau malam begini terus bagaimana, sudah tidak tahu jalan,”
Awalnya saya membacaya datar, tapi sesaat kemudian saya baru sadar ternyata pesan tersebut sedikit mengandung nada marah setelah pesan kedua masuk.
“Jalan Ngawi itu banyak Hutan Jati, hati-hati.
Ngikuti orang saja.
Periksa motornya, terutama ban, jangan sampai kebocoran ditengah perjalanan.
Bensinnya dicek “
Bergegas kami melihat gps, hanya punya saya yang  masih bisa diandalkan, ternyata kita baru melewati belum setengah perjalanan.
Perjalanan semakin melelahakan dan sedikit membuat takut karena kita tak kunjung keluar dari wilayah sragen.  Sampai akhirnya kami memasuki kawasan hutan jati yang dimaksud. Berbekal nekat, kami melaju dengan terus melihat kondisi sekitar. Kami hanya berpikiran entah apa yang terjadi kami akan terus melajukan motor ini. Alhamdulillah kami dapat melewati hutan tersebut dengan selamat, sedikit rasa cemas kami hilang.
                Perjalanan kembali dilanjutkan dengan mengikuti arah Nganjuk. Sebenarnya untuk sampai ke Pare setelah nganjuk bisa langsung ke Pare. Namun malam itu kami malah ke Kediri dahulu. Karena petunju dijalan hanya ada Kediri. Alhasil kami menghabiskan waktu kami untuk berkutat keluar dari kota Kediri. Sampai kami melewati Gumul 5 kali. Akhirnya kami bertemu dengan pedagang kaki lima yang kebetulan juga mau pulang ke arah Pare, kami pun diantar sampai memasuki jalan Pare Kediri. Perjalanan tidak berhenti disitu, kami tak kunjung menemukan Lembaga yang akan kami singgahi. Hampir saja salah masuk lembaga. Untungnya di kantor lembaga kami masih ada para tutor yang sedang rapat sampai larut malam. Dan salah dua dari mereka mengantarkan kami ke camp kami Male 8 (Supernova). Tidak berpikir panjang, saya langsung menjatuhkan tubuh saya ke kasur yang sudah disediakan J



 
Blogger Templates