Social Icons

Senin, 09 Oktober 2017

Jejak Kenangan di Lereng Merapi


Liburan kali ini saya bersama Bapak/Ibu guru Gugus 4 Ranting PGRI Gemuh melakukan kegiatan jeda semester ke Yogyakarta. Lokasi yang kami kunjungi salah satunya adalah lereng Gunung Merapi. Kurang lebih pukul 12 siang kami sampai di lokasi Kali Urang. Dari Kali Urang kami menyewa mobil Jeep (harga Rp 350.000/ 4 orang)  untuk melanjutkan perjalanan melihat sisa-sisa kenangan hasil letusan Gunung Merapi beberapa tahun yang lalu (2204, 2006 dan 2010).
            
merapi anis saidah

     Perjalanan dimulai dari Kali Urang kemudian melewati beberapa desa yang terimbas langsung letusan Gunung Merapi. Diceritakan oleh sopir sekaligus pemandu kami (Pak Boymin) salah satu desa yang kami lewati adalah Desa Tangkisan. Desa ini sewaktu gunung Merapi meletus tidak terkena awan panas seolah-olah menangkis awan panas itu dan hanya membakar batas desa saja. Tidak ada kesengajaan, memang nama desa ini Tangkisan dan kebetulan saat kejadian letusan Gunung Merapi saat itu seolah menangkis awan panas seperti perisai. 

            Lain halnya dengan desa sebelahnya. Desa Petung langsung terkena awan panas dan menghanguskan pepohonan dan rumah warga. Di Desa Petung kami berhenti di salah satu bukti rumah yang terkena awan panas gunung Merapi. Terlihat dari bangunannya yang gosong serta beberapa dinding sudah rubuh. Bekas rumah ini sudah ditata sedemikian rupa guna kepentingan wisata sehingga mampu menceritakan kejadian yang memilukan waktu itu. Di dalam rumah juga dipajang berbagai benda-benda yang  tidak berbentuk seperti semula karena sudah terkena awan panas. Di dinding rumah juga sudah diberi keterangan foto-foto bagaimana ganasnya ketika sang Merapi memuntahkan isi perutnya.



            Kejadian letusan yang menghancurkan rumah ini terjadi tengah malam. Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa jam dinding yang sudah penyok dan meleleh menunjukkan jarum pendek di angka 12 dan jarum panjang sekitar angka 3. Banyak foto yang dipasang di rumah ini juga menunjukkan keanehan-keanehan. Ada foto-foto “penampakan” wajah dan bentuk-bentuk lain pada awan panas gunung Merapi serta kondisi desa sebelum dan sesudah Mbah Marijan meninggal.
            Berbicara keanehan dan misteri, perjalanan dilanjutkan ke Batu Alien, begitu daerah itu disebutkan. Pak Boymin menceritakan kalau batu yang kami kunjungi adalah batu yang berasalah dari Gunung Merapi dan ikut terbawa arus lahar yang melewati Sungai Gendol kemudian terangkat ke tepi sungai. Julukan batu alien selain karena batunya yang sangat besar dan dapat terangakat ke tepi sungai, juga karena batu ini menunjukkan beberapa rupa wajah jika dilihat dari beberapa sudut yang berbeda. Dari wajah manusia, gorila, gajah dan singa. Letak batu ini tepat di tebing samping Sungai Gendol. Sungai Gendol sendiri adalah salah satu sungai yang menjadi jalur lahar dan awan panas ketika gunung Merapi meletus. Terlihat, sekarang banyak truk-truk pencari pasir yang menambang di sungai ini.


            Setelah puas menikmati pemandangan dari atas Sungai Gendol, kami melanjutkan perjalanan kembali. Sebelumnya kami diberi pilihan untuk memilih tujuan, akan ke Bunker  Kali Adem atau ke rumah Alm. Mbah Marijan. Kalau memilih keduanya maka akan dikenai biaya tambahan (± Rp 100.000). Rombongan di Jeep kami memutuskan untuk melihat keduanya. Mumpung sudah sampai di sini.  Akhirnya kami menuju ke Bunker Kali Adem terlebih dahulu. Di bunker ini ada peristiwa yang sangat memilukan. Bunker yang sejatinya sebagai tempat berlindung dari material letusan Gunung Merapi malah memakan korban. Memang tidak ada yang bisa menahan KuasaNya. Puas melihat ke dalam bunker yang gelap gulita, bergegas kami ke rumah Alm. Mbah Marijan karena kabut sudah mulai turun dan mendung sudah menggelantung di atas kami. 

            Belum sempat kami sampai ke rumah Mbah Marijan langit sudah menjatuhkan air matanya. Dengan gesit dan sigap Pak Boymin memasang penutup di Jeep yang kami tumpangi. Walau hujan turun cukup deras namun masih banyak pengunjung di rumah Alm. Mbah Marijan. Di area kediaman dipajang berbagai benda yang terkena awan panas. Salah satu yang paling mencolok adalah bangkai sebuah mobil. Terpampang pamflet besar yang menceritakan kronologis mobil tersebut terkena awan panas.


            Diceritakan bahwa mobil ini adalah milik dari wartawan namun ketika terjadi erupsi mobil ini menyakinkan warga Desa Kinahrejo untuk mau diungsikan. Akhirnya setelah diberi penjelasan oleh wartawan tersebut beberapa warga ikut turun bersama mobil. Karena kapasitas mobil yang tidak memungkinkan untuk menampung semua warga, maka mobil ini mesti kembali keatas lagi untuk menjemput warga. Namun belum sempat menjemput warga, awan panas telah menjemputnya terlebih dahulu bersama beberapa warga dan termasuk juru kunci Merapi, Alm. Mbah Marijan.
            Selain saksi berupa benda. Kami beruntung juga dapat menemui saksi hidup yang juga merupakan istri dari Alm. Mbah Marijan. Sebentar berbincang dan berfoto kemudian kami melanjutkan perjalan untuk kembali ke Kali Urang. Sebelum ke Kali Urang ternyata kami mampir terlebih dahulu ke sebuah sungai untuk merasakan sensasi offroad.  Berkali-kali kami dilewatkan medan yang terjal dan berbatu dan tentunya berair.
Bersama Istri Alm. Mbah Marijan 


Itulah sedikit cerita sebuah perjalanan yang sarat dengan perenungan dan bukti kebesaranNya. Beberapa kali bulu kuduk merinding ketika melihat foto-foto kejadian letusan Gunung Merapi, bukti-bukti hasil terjangan awan panas serta lokasi-lokasi yang memakan korban. 
 
Blogger Templates