Karya adalah Do’a
Do’a adalah
perjuangan.
(Bag.1)
Tahun
2018, adalah salah satu tahun yang tidak bisa saya hapus dengan begitu
saja mudah kenangannya.
Pada
tahun itu, sepertinya adalah salah satu batu loncatan terbesar saya, bisa
dikatakan akan berpengaruh besar pada kehidupan tahun-tahun berikutnya.
Awal
2018,
Setelah
menunggu berbulan-bulan. Tes yang saya ikuti pada pertengahan tahun 2017
tentang seleksi mahasiswa PPG Prajabatan Bersubsidi pun membuahkan hasil dan
kepastian. Saya dinyatakan lolos dan akan mengikuti perkuliahan PPG (Pendidikan
Profesi Guru) selama satu tahun. Tepatnya 11 bulan. 6 bulan di kelas. 3 bulan
PPL di sekolah mitra.
Sebenarnya,
saya sedikit ditentang untuk mengikuti tes PPG ini. Karena, Ibu khawatir kalau
saya ikut PPG dan keluar dari tempat kerja, nanti akan sulit mencari lowongan
kembali. Tapi entah mengapa, saya sangat bersikeras untuk mengikuti tes.
Syukur-syukur kan lolos dahulu. Urusan nanti mau kerja dimana lagi. Salah satu yang
menjadi dorongan saya untuk mantap harus ikut PPG adalah beberapa keuntungan
dan kesempatan yang mungkin saja tidak akan saya dapatkan kalau saya tidak
mencoba waktu itu.
Yaaaa,
dari beberapa pertimbangan negatif dan positif itu membuat ada sedikit suasana bersitegang
antara saya dan Ibu (bukan yang sampai parah ya, masih taraf biasa). Tapi
pikiran saya saat itu sudah mantap untuk mendaftar, karena saya beranggapan
pasti suatu saat hasil dari PPG yaitu sebuah Sertifikat Pendidik akan sangat
diperlukan. Saya di tempat mengabdi juga belum terdafar di Dapodik (bukan
karena uang ya, kalau masalah finansial saya masih ikut orang tua, jadi tidak
begitu memikirkan :v ).
Rasanya ingin tidak terbawa bayang-bayang Ibu. Jadi mungkin ini waktu yang
tepat untuk keluar dari zona yang saya mendapatkan tempat mengabdi ini karena
bantuan Ibu.
Akhirnya
saya mendaftar dan siap untuk mengikuti tes. Hari dimana saya tes berbasis komputer,
seperti biasanya saya meminta restu Ibu disetiap langkah yang saya ambil. Tapi
saya tahu dari jabatan tangan Ibu, ada sedikit ketidak ikhlaskan. Cukup membuat
saya berpikir macam-macam. Untuk memantapkan diri. Sepanjang perjalanan saya
berdzikir. Semoga selamat dalam perjalanan. Dan Ibu mengampuni. Hari itu tes
berjalan tidak begitu lancar. Karena masalah teknis. Server down, saya hanya
bisa membuka 1 soal saja. nomor yang lain tidak bisa diklik. Itu terjadi hampir
di semua universitas yang mendapat mandat dari Ristekdikti.
Oh iya,
untuk tes PPG ini saya memilih UPGRIS (Universitas PGRI Semarang). Alasannya,
pertama ingin mencari suasana baru karena pasti kalau saya mendaftar di UNNES
(almamater saya) dosen yan mengampu PPG adalah dosen yang sama ketika saya S1.
Kedua, agar saya bisa ikut club futsal UPGRIS. Hahahaha. Karena saya tahu
futsal UPGRIS termasuk yang aktif dalam kompetisi-kompetisi antar mahasiswa di
Jawa Tengah dan Jogja.
Lanjut
mengenai tes hari pertama, akhirnya tes di hari itu dianggap tertunda dengan
waktu yang belum ditentukan. Saya langsung pulang dan sesampai di rumah suasana
belum begitu nyaman. Saya belum berani cerita tentang tes hari itu. Sampai 2
hari setelahnya Ibu tiba-tiba menanyakan. “Bagaimana tesnya?”. Otak saya
langsung terbesit pikiran. Wah, ini kesempatan yang tepat untuk meminta
keikhlasan Ibu agar merestui saya PPG. Saya jawab dengan nada sedikit ngambek.
“Eror Bu,
komputernya. Ibu sih mungkin medoakannya kurang ikhlas.”
“Lha, tes lagi endak?”
“Belum tahu, tapi semoga tes lagi. Tapi didoakan
ya Bu.
Lumayan saingannya se Indonesia sampai 8.000 an orang.
Berarti peminatnya banyak.”
Lumayan saingannya se Indonesia sampai 8.000 an orang.
Berarti peminatnya banyak.”
“Ya smoga lancar besok kalau tes lagi.”
(obrolan dalam bahasa Jawa)
Kalimat yang sedikit saja terucap dari Ibu itu
sudah cukup membuat saya tambah semangat lagi untuk belajar persiapan tes yang
tertunda sebelumnya.
Singkat cerita akhirnya saya termasuk yang lolos
tes tahap 1 yang saat itu dilaksanakan ketika bulan puasa. Saya berhak untuk
maju ke tahap tes wawancara.
Saya sudah optimis sekali bisa lolos dan mengikuti
PPG. Karena saya beranggapan kalau tidak begitu melakukan kesalahan fatal saat
wawancara, pasti akan lolos. Yang penting santai, rileks dan attitude dijaga
saat wawancara. (Ilmu yang saya terapkan saat sidang skripsi, karena dosen
penguji utama saya adalah orang yang sangat mengedepankan attitude. Anak PGSD
Unnes pasti tahu . Hahaha ssttt).
Benar saja, alhamdulillah saya lolos. Senang
bercampur deg-degan. Karena ternyata sampai
selesai tes dan pengumuman saya belum izin pada Kepala sekolah tempat
saya mengabdi. Akhirnya saat itu jeda setelah UAS semeter I, akhir Desember 2017. Saya merapikan
ruang kelas dan buku-buku yang dikembalikan anak-anak, kebetulan Bapak/Ibu Guru
juga sebagian sudah pada pulang. Langsung saja saya menemui Pak Kepsek di ruang tamu
kantor. Menyampaikan bahwa saya Alhamdulillah lolos PPG Prajabatan, dan sekaligus meminta izin
tidak bisa melanjutkan mengajar di SD tersebut karena sistem perkuliahannya
full 5 hari dari hari Senin s.d. Jumat.
Tentu Bapak Kepsek sedikit terkejut. Tapi respon
beberapa detik kemudian, ada senyuman dari wajah beliau disambung ucapan selamat
serta sebuah pesan kalau setiap sabtu luang ya ke SD untuk mengisi materi apa begitu.
Saya hanya bisa menjawab “InsyaAllah Pak”. Kemudian
saat rapat akhir tahun saya secara resmi meminta izin kepada guru-guru yang
lainnya. Saya menyampaikan kalau saya akan full belajar selama setahun, jadi
tidak dapat mengajar di SD . Jadi jika ingin mencari GTT baru tidak apa-apa.
(PD sekali saya, seperti diharapkan kembali saja , hehehe). Namun salah satu
guru menimpali “ Santai Mbak, pintu SD ini tidak akan tertutup untuk Mb Anis.”
Kepala Sekolah menambahi.” Nanti saya yang mengisi kelas selama Mb Anis tidak
disini.” Waduh, jujur saat itu muncul ketidakenakan hati. Ya tapi
biarlah. Karena itu mungkin sudah menjadi keputusan beliau.
Jeda antara pengumuman dengan pelaksanakan
perkuliahan ternyata cukup lama. Akhirnya setelah liburan saya diminta untuk
membantu-membantu dulu di SD selagi menunggu jadwal perkuliahan keluar.
Akhirnya setelah liburan selesai, saya ke SD lagi
selama hampir 2 bulanan. Sebentar sih, tapi karena pikirannya sudah mau PPG,
jadi terasa lama. Akhir Februari baru saya mendapat jadwal dari UPGRIS dan
melakukan daftar ulang serta resmi menjadi mahasiwa PPG Prajabatan Bersubsidi
UPGRIS.
Kelanjutan cerita selama PPG akan saya ceritakan pada bagian selanjutnya yaaahhhh. :)