Bermula dari ketidak sengajaan,
ketika listrik di kos padam dan terpaksa harus mencari tempat pengungsian guna
menyelesaikan deadline tugas pengembangan pembelajaran Matematika Bu
Trimurtini. Bergegas saya meluncur ke kosnya zizi setelah saya tahu bahwa
disana listriknya menyala.
Sambil mengerjakan tugas
Matematika terbesit ide untuk jalan-jalan ke Jogja. Eh ternyata zizi sudah ada
rencana untuk mendaki ke Gn. Merapi lusa. Sontak saya minta izin ikut dalam
pendakian tersebut. Alhamdulillah diberi kesempatan untuk bergabung J.
Sabtu pagi kami meluncur dari
Ngaliyan pukul 04.00 pagi karena teman-teman yang lain sudah menanti di
basecamp Merapi sejak kemarin. Seperti biasa, kami belum tahu pasti rutenya,
untungnya teman-teman kami yang sudah sampai sana masih bisa mengirimkan sms
kepada zizi. Berbekal instruksi dari mereka kami menyusuri dinginnya
Semarang-Ungaran-Salatiga-Boyolali pagi itu.
Sesampainya disana kami
istirahat 1 jam sambil menunggu teman-teman yang lain sarapan dari bekal yang
kami beli dijalan tadi. Tepat pukul 09.00 kami memulai pendakian.
|
Bersama Geng UIN Walisongo |
Dari pos pendakian menuju new
selo, kami disuguhi jalanan aspal. Sebenarnya masih bisa naik sepeda motor
sampai new selo. Namun, itu dilarang. Entah apa alasannya. Saya pikir karena
New Selo merupakan tempat wisata jadi tidak diizinkan jika pendaki mau
menitipkan sepeda motor disini. Sampai New Selo kami beristirahat sebentar, dan
mempersiapkan perbekalan guna mulai memasuki kawasan taman nasional gunung
Merapi.
Rute berikutnya adalah jalan
plester bersambung dengan jalan setapak tanah. Butuh sekitar 1,5 Jam untuk
sampai di pos selanjutnya. Yaitu gerbang pendakian. Pada setiap pos pendakian
terdapat papan penunjuk posisi keberadaan dan jarak serta kisaran waktu yang
akan ditempuh untuk sampai di setiap
posnya. Untuk sampai di puncak kami harus melewati Gardu New Selo - Gerbang
pendakian-Pos 1 – Pos 2 – Pasar Brubah-Puncak Merapi (Puncak Garuda).
|
Gerbang Taman Nasional Gunung Merapi |
Perjalanan kali ini lumayan
terkendali dibanding dengan pendakian pertama saya di Gunung Lawu. Jika dilihat
dari medannya hampir mirip, namun lebih menanjak Merapi menurut saya. Tapi
tidak bisa dibandingkan juga karena masing masing gunung memiliki karakteristik
kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kita dapat menemui medan tanah
dengan kanan kiri hutan dari mulai New Selo sampai Pos 1. Dari pos 1 sampai Pos
2 kita akan disuguhi medan tanah dan setengahnya batu-batuan besar. Sedangkan
pos 2 sampai pasar bubrah kita akan melewati batu batuan bekas letusan vulkanik
yang teksturnya sedimen.
|
Kondisi Medan Pos 2 menuju Pasar Bubrah |
Sebelum sampai di Pasar Bubrah
ada beberapa makam atau patok yang menandai pendaki-pendaki yang gugur di
tempat tersebut. Sekitar 3 patok kalai tidak salah. perjalanan menuju pasar
brubah vegetasi tumbuhannya adalah perdu, jadi dari sana kita sudah dapat
melihat gagahnya puncak (kawah merapi) yang mengeluarkan asap belerang. Beberapa
titik di Pasar Brubah ada semacam alat yang menurut perkiraan saya itu adalah
alat deteksi getaran atau gempa dalam gunung. Mungkin itu alat untuk mendeteksi
berapa kali terjadi guguran di dalam gunung sehingga dapat dianalisis ketika
akan terjadi letusan.
|
Suasana di Pasar Bubrah |
Kami sampai di Pasar Bubrah
(pasar setan pada pukul 16.00). Bergegas para pejantan tangguh mendirikan tenda
dan para wonder woman menyiapkan peralatan masak untuk sekadar mengisi perut
setelah tenaga terkuras. Udara dingin yang mulai terasa membuat saya tidak
berkutik di dalam tenda sampai pagi menjelang. Hanya sesekali keluar dari tenda
ketika ingin solat atau ke belakang. Suasana berbeda pada malam hari dibanding
dengan ketika pertama kali kami sampai pada sore itu. Pasar Bubrah disulap
layaknya pasar yang sesungguhnya dengan tenda-tenda dan cahaya cahaya kecil
dari dalamnya. Keramaian datang dari perbincangan hangat dari masing-masing
regu pendakian. Ada yang bernyanyi ada yang sibuk membuat makanan, ada yang
sekadar bermain permainan kecil untuk menghabiskan malam itu. Ada juga yang
naik ke puncak Merapi pada malam itu, cahaya yang menyala dari senter mereka terlihat
layaknya sekumpulan semut yang berbaris rapi dari bawah ke atas. Sedangkan saya
berdiam ditenda, istirahat karena rasa pegal terasa disekujur tubuh saya.
|
Sang Merbabu dari Merapi |
Paginya kami berkesempatan
menikmati mentari terbit menantang puncak merapi. Dari tempat kami berada kami
juga dapat melihat gunung Merbabu yang letaknya tidak jauh dari Merapi. Setelah
puas menikmati sang surya, kami bersiap untuk mendaki sang Merapi. Medan yang
akan kami tempuh adalah pasir dan batuan labil.
Perjalanan lumayan berat, karena
langkah yang kami pijakan akan longsor beberapa cm karena yang kami injak
adalah pasir. Saya pikir setelah melewati pasir pasir itu, keadaan akan
membaik. Namun ternyata tidak, batuan batuan cadas dengan pijakan yang labil
membutuhkan keahlian layaknya atlit wall climbing. Teman-teman yang sudah
sampai dipuncak menambah semangat saya untuk menyelesaikan perjalan itu di
puncaknya :) .
|
Tepian Kawah Gunung Merapi |
Dan perjuangan itu terbayar
ketika saya berhasil berkumpul dengan yang lainnya di puncak, dibibir kawah
merapi. Walaupun kami tidak meikmati Puncak Garuda dan kami disambut dengan
kabut, saya tetap bersyukur dapat selamat sampai kawah itu menikmati bau
belerang yang samar-samar tercium. Kami hanya sebentar menikmati kawah merapi. Karena
cuaca yang sudah tidak mendukung kami bergegas turun untuk berkemas dan kembali
ke pos pendakian. Benar saja, sepanjang perjalanan kami diguyur hujan sampai di
pos pendakian. Sekitar pukul 17.00 kami bertolak ke Semarang .
Ada sedikit adat yang baru saya
tahu beberapa hari ketika sudah mendaki di Merapi. Konon adatnya, kalau kita
mendaki 2 gunung itu, merapi dan merbabu. Eloknya harus mendaki Gn. Merbabu
dahulu sebelum menjajal Gn. Merapi. Wallahu’alam ^_^