Berakhirnya masa
kuliah bergelar sarjana pendidikan sudah sepatutnya saya bertanggungjawab
dengan terjun ke dunia yangmana telah disiapkan untuk saya. Baru seminggu
memasuki dunia pendidikan sebagai guru honorer telah memunculkan banyak sekali
perenungan. Kenyataan di lapangan yang tidak sesuai dengan teori yang
dipelajari, sudah lama saya prediksi dan terbukti. Namun, permasalahannya tidak
sampai di situ. Ini lebih ke dalam idealisme. Namanya anak muda, yang menjadi
senjata terkahir adalah idealisme.
Siswa pertama saya, sebagai guru semi resmi |
Ketika teori
tidak sesuai dengan lapangan dapat disiasati dengan bertanya kepada guru yang
lebih senior. Namun ketika mengenai idealisme maka harus melalui pertempuran
hati. Saya adalah tipe orang yang nonformal. Tidak suka dengan peraturan yang
terlalu ketat, maka saya menghadapi murid-murid dengan santai, yang penting
kenakalan mereka tidak keluar dari wajar kenakalan anak-anak. Kedua, saya lebih
menekankan pada sikap dan perilaku. Lebih baik sikapnya terpuji daripada nilai
bagus. Kalau bisa sih, dua-duanya. Namun, kalau tidak bisa, maka sikap adalah
yang utama. Saya akan lebih cerewet kalau tentang sikap. Untuk nilai, itu
karena sesuai kapasitas kemampuan otaknya masing-masing walau bisa dipaksakan,
tetapi tidak begitu signifikan perubahannya. Sedangkan sikap memamng harus
ditempa, karena terkait kemauan mengontrol diri. Kalau tidak dilatih dan
diarahkan akan sulit dibentuk ketika dewasa (bukan tidak mungkin). Sedangkan kurikulum
menuntut kemampuan anak tertuang dalam nilai yang baik :).
Lebih berat
lagi perihal Ing Ngarsa Sung Tuladha.
Sungguh sangat sulit. Namun tidak saya ambil pusing. Karena tidak ada manusia
yang sempurna, bahkan seorang Nabi pun tidak sempurna. Pasti pernah melakukan
kesalahan. Sedangkan saya manusia biasa, pastinya mempunyai sifat-sifat
manusiawi yang tidak bisa dihilangkan walaupun masih bisa dikurangi. Sebagai guru
dianggap masyarakat sebagai panutan yang bisa ditiru. Kalau bisa mengusahakan
menjadi manusia panutan alangkah bagusnya. Namun kalau masih belum bisa,
minimal jangan menunjukkan kejelekan
atau perilaku tidak terpuji di depan anak didik. Itu prinsip saya. Kalau tidak
sengaja terlihat atau nampak, maka jangan segan meminta maaf. Ini malah bisa menjadi
contoh kepada anak-anak. Kalau tidak ada manusia yang tidak berbuat salah. Yang
terpenting kita berani mengakui kesalahan dan meminta maaf namun tetap
berwibawa dan tidak menurunkan kepercayaan anak-anak kepada kita.
Kita sebagai
lulusan pendidikan tinggal memilih menjadi guru, pendidik atau pengajar?. Sedangkan saya berusaha untuk masih memegang
idealisme saya. Bahwa siswa atau anak-anak memiliki keunikan masing-masing. Saya
sampaikan selalu kepada mereka, sikap adalah yang utama. Nilai Ibu bisa beri. Yang
terpenting kita belajar bersama saling mengingatkan bagaimana baiknya bersikap.
#################@@@@@@@@@@@@@@@@@@###################
Tak cukup
permasalahan disekolah, tanggung jawab besar juga tertera saat kembali ke
kampung halaman. Walaupun tempat kuliah hanya berjarak 45 Km dan masih bisa
pulang sebulan sekali. Rasanya saya sudah terlalu mengenal lagi kampung halaman
saya. Berdosa sekali kan?. Prinsip saya
yang selalu saya junjung adalah bermanfaat bagi sekitar. Tentu tidak mudah. Namun
saya mencoba memulai dari awal. Dengan mengikuti kembali aktivitas di desa,
guyub dengan pemuda. Sekadar nguri-nguri
kegiatan. Saya bukan tipe yang mempunyai mimpi muluk-muluk. Sesedarhana saja,
menjadi baik, bermanfaat bagi sekitar walau itu cuma lingkup tempat tinggal. Syukur-syukur
bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Karena akan sangat berdosa sekali, ilmu
yang kita raih. Pendidikan yang kita tempuh kalau tidak bisa menjadikan pribadi
sebagai layaknya seorang terdidik :)
Selamat menjadi pendidik, kita niatkan saja untuk menjadikan siswa kita menjadi baik, bukan hanya tentang pelajaran, namun lebih ke perilaku.
Ketika kita benar mencotohkan 2 pahala insyaAllah pahalanya, namun ketika kita berbuat salah inyaAllah masih ada 1 pahala yang tersemat. Karena dengan berbuat salah, orang lain masih bisa mengambil pelajaran dengan tidak mengulangi kesalahan yang dilihatnya. Wallahu'alam.
Ketika kita benar mencotohkan 2 pahala insyaAllah pahalanya, namun ketika kita berbuat salah inyaAllah masih ada 1 pahala yang tersemat. Karena dengan berbuat salah, orang lain masih bisa mengambil pelajaran dengan tidak mengulangi kesalahan yang dilihatnya. Wallahu'alam.
Percayalah!
BalasHapusSukses untuk Strata satu-mu, mbak! Tuhan akan selalu memberkahi jalanmu.
Mampir wae neng mrgostuquwh.blogspot.com atau mrgostuquwh.wordpress.com
SIAPPPPPP :)
HapusPercayalah!
BalasHapusSukses untuk Strata satu-mu, mbak! Tuhan akan selalu memberkahi jalanmu.
Mampir wae neng mrgostuquwh.blogspot.com atau mrgostuquwh.wordpress.com
SIAAAAPPPPPPPP :)
BalasHapus