Alhamdulillah
saya panjatkan kepada Allah, akhirnya saya mendapat tambahan nama di belakang
nama akta kelahiran. Gelar S.Pd. secara resmi telah menambah tenaga ekstra
untuk menulis identitas tahun-tahun mendatang. Tambahan nama ini saya
persembahkan untuk Ibunda tersayang yang merupakan asisten sutradara dari Allah
yang “menjerumuskan” saya masuk ke dunia pendidikan ini :) .
Cerita
ini harus saya mundurkan 5 tahun ke belakang untuk memulainya tepatnya ketika
saya duduk di kelas 12 SMA. Disela kesibukan kami mempersiapkan ujian nasional.
Kami juga telah disibukkan untuk mulai memilih dan memilah guna menentukan
perguruan tinggi mana yang akan kita masuki atau lebih tepatnya kita usahakan
untuk dimasuki. Saat itu nilai raport saya menempatkan kesempatan untuk
mendapat undangan memilih universitas yang akan dimasuki. Tahun itu masih
bernama SNMPTN Undangan, yang mana kami
hanya berbekal nilai raport dari Kelas 10 sebagai perhitungan untuk
masuk di sebuah perguruan tinggi tanpa mengikuti tes.
Pengisian
formulir berlagsung sedikit menguras tenaga dan pikiran. Salah satu guru BK
saya sudah memberikan peringatan bahwa ketika memilih prodi harus sesuai dengan
jurusan SMA nya (Padahal saat saya sudah masuk universitas, banyak yang masuk
tidak sesuai jurusannya). Sepulang sekolah saya mencari tahu lewat internet dan
mendapati bahwa ternyata prodi di universitas memiliki kategori bidangnya
masing-masing. Mulai dari prodi IPA, IPS, Bahasa. Nah, sayangnya prodi PGSD
merupakan prodi yang berjurusan IPS. Sesampainya di rumah lekas saya
mendiskusikan dengan ibu mengenai hal ini. Ibu pun akhirnya melepaskan
keinginannya agar saya memilih PGSD di formulir SNMPTN Undangan kali ini.
Akhirnya saya memilih Kehutanan UGM dan Pendidikan Kimia di UNNES kalau tidak
salah. Singkat cerita, entah memang saat itu Ibu diam-diam masih menginginkan
saya memilih PGSD atau yang lainnya. Tetapi, saya percaya skenario Allah SWT
untuk tidak meloloskan saya di SNMPTN Undangan adalah salah satunya dari do’a
Ibu atau harapan Ibu. Bagaimana mau lolos, ketika saya mau mengirimkan
persyaratan online ke sistem saja selalu bermasalah. Setiap istirahat anak-anak
yang mendapat formulir Undangan akan ke perpustakaan dengan dibantu petugas
perpus melengkapi persyaratan untuk Undangan. Ketika giliran saya, selalu saja
bermasalah. Di layar sudah terkirim, namun ketika selanjutnya saya cek selalu
belum masuk ke sistem mereka. Ini yang namanya takdir :).
Hasil
dari SNMPTN Undangan sudah bisa ditebak, bahwa saya tidak lolos. Banyak yang
menyayangkan. Namun tidak apa-apa, karena ada skenario lain untuk saya.
Selanjutnya sayamembulatkan tekad harus berjuang di ujian tertulis SNMPTN.
Untuk tes tertulis saya langsung banting setir dari jurusan SMA. Karena saya
tahu keinginan Ibu hanya ingin anaknya masuk PGSD maka saya memutuskan untuk
membeli formulir IPS yang saya isi dengan prodi PGSD dari 2 Universitas ternama
di Jawa Tengah. Otomatis saya harus belajar mengenai Sosiologi, Ekonomi,
Geografi lagi dari awal yang sudah 2 tahun ini tidak saya sentuh, dan
meninggalkan atau sejenak melupakan Kimia, Fisika, Biologi :v. Alhamdulillah
do’a Ibu sangat manjur. Persiapan 1 bulan penuh mengahdapi SNMPTN tulis berbuah
manis. Saya dinyatakan lolos di PGSD UNNES.
Kartu Ujian SNMPTN Tulis |
Kalau tidak ada kejadian saya tidak
lolos SNMPTN undangan mungkin saya akan tetap kekeh menuruti ego saya untuk
melanglang buana ke hutan atau menjelajah Indonesia dengan profesi saya nanti.
Walaupun sempat terjadi perdebatan panjang akhirnya saya luluh menurut pada
Ibu. Beliau malam itu mengeluarkan wejangannya. Jarang sekali Ibu mengucapkan
kata-kata yang sensitif berbau nasehat.
Karena
prinsip beliau adalah “Silahkan lakukan semau yang ingin kamu lakukan, tapi
bertanggungjawablah, jangan mengeluh dan terima resiko yang ada”. Malam itu Ibu
mengeluarkan pendapatnya mengenai masa depan kehidupan saya. Padahal selama ini
saya melakukan semuanya sekehendak saya. Segala pencapaian dari ranking 1,
juara lomba atau pencapaian yang lainnya adalah murni keinginan saya, tidak
pernah orang tua mengharapkan anaknya harus rangking 1 atau ikut berbagai
kegiatan. Sedikit pembicaraan yang berbobot malam itu adalah membahas masa
depan saya. Yang mana masa depan saya dimulai dari pemilihan jurusan kuliah
saya.
“ Jenenge wong wedok, kerjo iku sampingan. Diniati mung
mbantu keluargamu, mbantu bojomu sokmben. Ojo nganti kuwalik. Tugas utamane yo
ngurus keluarga.
Nek awakmu dadi guru, kerjone mung setengah dina. Balek
sekolah bisa ngurus anakmu lan keluargamu.
Dadi guru yo iso dadi amal jariah sok mben nang akhirat.
Itung-itung ngamalke ilmu.”
Artinya
“ Sebagai seorang wanita, bekerja itu sampingan. Hanya untuk
membantu perekonomian keluarga dan suami. Jangan sampai terbalik. Sedangkan
tugas utamanya adalah mengurusi keluarga.
Ketika kamu menjadi guru, kamu bekerja hanya setengah hari.
Pulang sekolah bisa dimanfaatkan untuk mengurusi anak dan keluarga.
Menjadi guru juga bisa sebagai ladang amal jariyah di akhirat.
Niatkanlah untuk mengamalkan ilmu”
Tidak
saya pungkiri orientasi kuliah waktu itu adalah kerja. Perkataan itu saya
renungkan ketika di dalam kelas. Selalu saya perhatikan guru-guru yang di
depan. Saya pikirkan lagi dan lagi bagaimana baiknya. Akhirnya saya luluh dengan pertimbangan
mungkin jalan saya akan dipermudah jika menuruti kemauan Ibu. Saya selalu
menurut pada Ibu akhir-akhir ini. Semenjak peristiwa yang paling membahayakan
yang saya alami. Peristiwa itu terjadi ketika awal kelas 3 SMA. Saya ketika itu
mengikuti les di kota Kendal. Saya bersama seorang teman selalu berboncengan
naik motor ketika les. Pulang dari les pasti mendekati maghrib. Hari itu
giliran memakai motor saya. Dari tempat les hampir maghrib namun kami paksakan
pulang karena acara.
Di
perjalanan selepas adzan maghrib saya masih bisa SMS adik teman saya untuk
menjemput kakaknya. Namun, setelah itu saya tersadar sudah dalam posisi
tertidur dan mendapat bantuan orang. Sepertinya kami jatuh. Lekas saya mencari
tas saya yang berisi laptop milik kakak. Terdengar sayup suara “Kae, nang
ngisor tronton!”. “Itu, di bawah mobil
tronton!”. Tas berisi laptop sudah berada jauh di bawah mobil tronton yang
berhenti di tepi jalan. Bergegas saya ambil, alhamdulillah masih utuh hanya
sebagian tas yang sobek. Terlihat teman saya sudah dibantu warga ke salah satu
rumah, sebelum menyusulnya, sempat saya menanyakan keberadaan motor saya dan
meminta tolong warga menepikan ke depan rumah yang akan saya tuju (yang ada
dipikiran saya waktu itu adalah antisipasi Polisi). HP teman saya hilang,
sedangkan HP saya sudah tidak berdaya. Ternyata rumah itu adalah bibi teman
saya. Langsung saya meminjam HP untuk mengabari Ibu, sedangkan penghuni rumah
itu sibuk melihat kondisi teman saya yang ternyata bagian tangannya terluka. Setelah
dicek sebentar oleh pamannya dia kemudian dinaikkan becak menuju RS Soewondo
Kendal. Mengantarnya ke depan, saya masih linglung melihat keadaan jalanan
malam itu dan bingung arah serta lokasinya. Setelah teman saya pergi, saya beristirahat
di ruang tamu sambil mencoba menghubungi Ibu di rumah. Dosa saya saat itu
adalah meminta Ibu jangan sampai Bapak tahu tentang hal ini. Tibalah Ibu
bersama kedua kakak saya, sesampainya di rumah saya bersikap biasa saja, walau
di bagian pinggang sedikit nyeri. Langsung menuju ke kamar ketika Bapak
bertanya “kok ndadak di jemput”, hanya Ibu yang menjawab, “Kebanan”. Ibu
menyusul ke kamar dan melihat kondisi dengan lirih mengucapkan “Ora sia-sia saben bar sholat Ibumu iki terus
ndongake anak-anake ben slamet” ( Tidak sia-sia Ibumu ini selalu selepas sholat
mendo’akan anak-anaknya agara diberi keselamatan). Satu kalimat yang
membuat hati saya terenyuh. Jarang sekali saya menangis. Bahkan untuk persitiwa
yang sesedih-sedihnya. Tapi ketika itu saya meneteskan air mata. Bukan karena
rasa sakit namun keharuan dari rahasia yang diungkap Ibu.
Saksi Bisu |
Esoknya,
ternyata teman saya sudah dirujuk ke RS Tugu Semarang. Pacarnya yang memberi
tahu saya dengan cukup kaget juga melihat kondisi saya kok bisa berangkat
sekolah padahal pacarnya saja mengalami patah tulang. Namun saya terlihat
baik-baik saja. Saya masih memakai motor dan seragam yang sama. Motor hanya
sedikit tergores membulat kecil di bagian “slebor”. Sedangkan seragam saya
hanya sobek kecil seperti jatuh biasa dibagian rok. Persitiwa itulah yang
menyadarkan saya dengan sangat sadar bahwa do’a orang tua terutama Ibu
dikabulkan Allah. Dan sampai detik ini Bapak saya tidak tahu-menahu mengenai
kejadian itu. Bekas jatuh di motor hanya ditempeli stiker kecil. Beliau kira
saya hanya jatuh kecil di sekolah. Tidak tahunya itu telah memakan korban
tulang yang patah di bagian lengan atas. (Setelah artikel ini rilis, jangan beritahu Bapak yaaaaaa :D )
Kita
tinggalkan sejenak cerita tersebut. Kembali ke cerita tentang proses kuliah. Alhamdulillah
saya diterima di UNNES prode PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar). Ini pasti
do’a Ibu. Terbukti, banyak teman yang berjuang bersama mengikuti tes yang saat
itu dilaksanakan di UNDIP selama 2 hari banyak yang tidak lolos. Ketika malam
telah pengumuman saya sebenarnya keesokan harinya sudah terjadwal untuk
mengikuti tes masuk di IKIP PGRI (sekarang Universitas PGRI Semarang). Karena
sudah terjadwal, saya ikuti saja tesnya bersama teman-teman yang masih sama
saat berjuang di SNMPTN Tulis.
Selama perkuliahan sebenarnya masih ada
pertentangan dalam hati saya mengenai jurusan PGSD. Ketika SMA saya tidak ingin
jadi guru karena apakah iya seluruh hidup saya dihabiskan di sekolah. mulai
dari TK, TPQ, SD, MDA, SMP, SMA, Kuliah dan nantinya kerja di sekolahan. Tapi
lambat laun perasaan itu menghilang dengan sendirinya. Saya mulai menikmati
berada di dunia pendidikan. Sebenarnya cita-cita sewaktu kecil kalau ditanya
memang ingin jadi guru. Tapi guru yang bukan di sekolah. Guru yang bisa
keliling ke daerah-daerah menyatu bersama alam J
.
Dunia
pendidikan yang saya lihat selama ini tidak sesimpel pemikiran saya. Apalagi
guru SD. Ternyata banyak sekali yang harus dikerjakan dan dipertimbangkan dalam
berinteraksi dengan peserta didik. Guna membentuk manusia yang lebih baik lagi.
Dengan gaji guru yang ala kadarnya. Tapi dengan beban hidup yang alangkah
besarnya. Mereka rela membagi waktu memenuhi tugas dan memenuhi kebutuhan. Saya
bisa mengatakannya karena Ibu adalah guru SD. Perjuangan beliau hijrah dari
Yogyakarta tanah kelahirannya ke Jawa tengah meninggalkan keluarga tercinta
adalah demi menjadi seorang guru. Niat saya pun sudah bulat. Profesi guru
adalah lahan beramal, untuk amal jariyah yang tidak akan mati walau jasad kita
sudah terbujur di peti. Semoga selalu istiqomah dan teringat di hati.
Perjuangan
untuk menjadi guru ternyata mengalami masalahnya di penghujung perkuliahan.
Tugas akhir skripsi menjadi momok tersendiri. Selalu saya meminta do’a Ibu
untuk melancarkan jalan mencapai gelar Sarjana Pendidikan ini. Di tengah
perjuangan itu, Ibu memberikan tawaran sulit. Saya diminta mengisi sebuah kelas
yang gurunya tidak jelas keberadaannya. Saya coba sehari, namun pikiran saya
masih tertuju pada skripsi. Akhirnya saya melepaskannya, itu sekitar Januari
2016, yang mana kesibukan saya hanya menyelesaikan skripsi. Sudah tidak ada
kuliah lagi di kelas. Namun, alkhamdulillah ada tawaran lain dari tempat les
yang dulu saya ikuti, tidak berpikir panjang saya terima karena sesuai waktunya
dan bisa sebagai investasi lahan pekerjaan sampai nanti saat sudah lulus.
Penyelesaian
skripsi ternyata tidak semudah rencana yang telah kita susun. Ada saja halangan
dan rintangannya. Saya bisa mengaktegorikan 3 faktor yang memiliki kuasanya di
bagian ini. Pertama, tentunya Tuhan YME, jika diulurkan lagi lebih jauh Tuhan
memiliki kaki tangan yaitu orang tua, karena ridho orang tua adalah ridho
Tuhan. Kedua, birokrat yang di dalamnya terdapat Dosen, Kampus dan Subjek
penelitian. Ketiga, adalah mahasiswa. Sesulit apapun cobaan yang dihadapi jika
mahasiswanya tetap memupuk semangat dan selalu berdo’a kepada Tuhan, serta
meminta do’a kepada orangtua dan tidak lupa mendo’akan guru, dosen untuk selalu
diberi kesehatan dilapangkan hatinya, maka tinggal keputusan Tuhan yang
memiliki kuasa ketok palunya.
Salah
satu pemacu semangat untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sekali lagi Ibu.
Selalu beliau bertanya, “bagaimana skripsinya?” dan pertanyaan itu baru bisa
terjawab masih proposal sekitar bulan Februari s.d April. Hingga sekali lagi
entah mulai dari mana percakapan ini hingga menjurus ke perasaan bersalah.
“Kalau bisa, lulus 8 semester. Biar Ibu bisa istirahat. Uangnya bisa buat yang
lainnya.”. Maklum, semenjak Ibu memutuskan untuk memasukkan saya ke perkuliahan
ini Bapak sudah tidak bisa membiayai. Bapak inginnya saya mondok. Jadi mau
tidak mau Ibu yang membiayai semuanya. Bapak hanya bisa memfasilitasi sepeda
motor yang sudah diberikan semenjak SMA. Rasa bersalah kembali lagi muncul
ketika Ibu mengungkapkan keinginannya untuk saya bisa memanfaatkan kesempatan
yang dahulu pernah ditawarkan yaitu mengajar di sekolah tempat Ibu bekerja.
Kebetulan akan ada kelas kosong, karena ada satu guru yang bermasalah dan akan
pindah. Otomatis saya memasang target Juli 2016 ketika tahun ajaran baru
2016/2017 dimulai saya sudah lulus. Namun, kembali kenyataan berkata lain.
Sampai tahun ajaran baru saya hanya mampu sampai menyelesaikan Bab V. Belum
sampai dinyatakan lulus. Dengan sedikit berdiskusi dengan Ibu saya akhirnya
memutuskan untuk memberanikan diri menerima tawaran masuk ke sekolah Ibu.
Karena Kepala sekolah sudah memberikan sinyal kalau saya tidak masuk ajaran
baru, maka akan mencari guru lain. Dengan konsekuensi yang sudah saya siapkan
untuk terima yaitu skripsi yang pasti akan semakin terhambat. Karena domisili
sudah di Kendal saya terima tawaran itu dan menjadi guru “selundupan” J
Kembali,
keajaiban Tuhan berbicara. Selang seminggu setelah saya menjadi guru gadungan
dan harus laju Kendal-Semarang, saya mendapat jadwal sidang skripsi.
Dijadwalkan tanggal 26 Juli 2016. Seminggu dari keluarnya jadwal. Saya meminta
cuti seminggu untuk mempersiapkannya. Karena dosen penguji utama adalah beliau
yang sudah terkenal kedisiplinan, ketelitian dan kewibawaannya yaitu Dr. Eko
Purwanti. Sempat panas dingin selama persiapan sampai hari H. Alhamdulillah
beliau yang ditakutkan tidak semenakutkan seperti biasanya. Sidang juga
berjalan lancar walau sambil menahan batuk, menggigil di ruangan ber AC. Masih harus berjuang kembali. Saya kembali ke
Kendal dan bolak-balik ke Semarang setiap harinya setelah pulang sekolah dan
pulang Kendal malamnya lagi untuk menyelesaikan revisi skripsi. Baru sebulan
kemudian saya sudah bisa bernafas lega karena dinyatakan lulus tepat sehari
sebelum perayaan Indonesia merdeka yaitu tanggal 16 Agustus 2016, inilah kemerdekaan
sesungguhnya bagi saya di tahun ini. Akhirnya saya sedikit bisa mengurangi
intensitas perjalan jauh Kendal Semarang ketika sudah dinyatakan lulus.
Walaupun akhirnya pengorbanan yang sesungguhnya akhirnya saya dapatkan. Ketika
kenyataan yang cukup pahit harus didapatkan. Ketika hanya selang 3 jam sebelum
saya mendaftar wisuda ternyata kuota wisuda terdekat sudah ditutup. Mencoba
mengihklaskan saya harus menunggu 4 bulan lagi untuk mendapatkan ijazah yang
sudah ditagih terus menerus oleh Kepala Sekolah.
Toga untuk Ibu |
Mendekati
wisuda sudah tidak begitu antusias lagi. Karena dunia saya sudah di sini.
Sekolah dasar tempat mengabdi. Saya menantikan wisuda hanya untuk segera
mendapatkan ijazah sebagai persyaratan pendataan dapodik. Wisuda kali ini pun
saya memakai seperti apa yang Ibu inginkan. Dari pakaian sampai sepatu. Yah
karena saya merasa ini adalah wisudanya Ibu. 4 tahun lalu kami masih berdebat tentang saat ini. Dan ujung
jalan ini, gelar sarjana pendidikan tersemat di belakang nama anak ragil
perempuan satu-satunya adalah keinginan Ibunda tercinta. Semoga sedikit membuat
senyum tersemat. Dan sedikit mengurangi beban beliau. Semoga bisa menjaga
amanah ini untuk menjadi pendidik yang baik dan sesuai dengan niatan awal,
ketika pertama kali memutuskan untuk mengambil jalan ini.
Tak woco alon2 seko awal nganti akhir karo mbayangne perjuanganmu nis...
BalasHapusSalut dan selamat mengabdi di jalan syurga....amin
terimaksih Pak,,, hehehe..
Hapuscuma bahasa tulisan mungkin :)
Ceritanya hampir mirip sama aku mba anis, bisa masuk k PGSD karena doa bapak ibuk ��
BalasHapushahahaha,,, kayaknya sebagian besar cah PGSD ngono mb Lia :D
HapusSelamat atas gelar yg di peroleh Nis semoga amanah dan dapet berguna buat orang lain
BalasHapusAamiin,,, suwun juga bos,, pengalamannya :D
Hapusintinya apa dek ..???? hahahaha
BalasHapusora nduwe inti mas :D ... angger nulis bae
Hapus